Mengakali Akses Internet Agar Murah
Mungkin sebagian besar dari kita sudah mengetahui tentang keberadaan WARNET di banyak tempat di Indonesia. Pada hari ini menurut data yang terdaftar di http://www.natnit.net jumlah Warnet di seluruh Indonesia sekitar 1200 buah dengan konsentrasi 600-an buah di Jakarta saja. Perkiraan kasar, kemungkinan besar jumlah WARNET yang ada melebihi 1200-an tsb karena setiap hari paling tidak ada 4-10 warnet yang mendaftar ke natnit.net demikian laporan rekan Chacha salah seorang direktur natnit.net.
Sebetulnya konsep dasar dari WARNET adalah menggunakan secara bersama-sama sebuah saluran / pipa ke Internet yang kemudian di bebankan kepada pengguna WARNET sehingga biaya secara keseluruhan menjadi murah. Sebagai gambaran, biaya telepon lokal dan ISP per jam adalah sekitar Rp. 10.000 / jam. Sebuah WARNET yang menggunakan satu buah saluran telepon untuk akses secara bersama lima (5) buah komputer maka sebetulnya biaya yang di tanggung setiap komputer-nya adalah Rp. 2000 / komputer / jam. Dengan tarif Rp. 5000 / komputer / jam sudah cukup lumayan untuk mengembalikan modal komputer tersebut dalam waktu satu tahun maupun menggaji operator WARNET tsb. Bayangkan jika sebuah WARNET dengan 40-100 komputer maka bisa dibayangkan berapa keuntungan yang bisa diperoleh dengan tarif Rp. 5000 / jam tadi – oleh karena itu tidak aneh jika WARNET yang menggunakan banyak sekali komputer akan mampu untuk menekan biaya dengan murah sekali.
Apakah konsep WARNET ini terbatas pada WARNET yang kita kenal selama ini? Dalam sebuah ruangan beberapa buah komputer tersambung dalam sebuah LAN. Jawabnya sangat sederhana & singkat – TIDAK – konsep WARNET tidak di batasi pada pola sederhana seperti itu. Diskusi-diskusi banyak dilakukan di mailing list asosiasi-warnet@egroups.com.
Pada dasarnya dari sisi peralatan yang dibutuhkan adalah komputer yang tersambung dalam LAN, sebuah server yang bisa juga di ganti dengan peralatan Internet Sharing Server (ISS) agar memudahkan operator yang belum mengenal komputer yang tersambung ke peralatan telekomunikasi yang biasanya berupa modem dan telepon. Konsep ini bisa saja kita implementasikan di kantor-kantor, sekolah, madrasah, pesantren, lembaga penelitian, perguruan tinggi agar banyak orang dapat mengakses secara bersama-sama Internet dengan biaya murah. Semakin banyak orang yang bersama mengakses akan semakin murah biayanya. Di UNPAR biaya / mahasiswa adalah Rp. 4300 / bulan / mahasiswa. Di SMKN1 Ciamis untuk e-mail biaya per siswa adalah Rp. 1000 / siswa / bulan untuk akses e-mail.
Dari sisi peralatan dan metoda akses juga bisa sangat beragam sekali tergantung kebutuhan dan kejelian kita. Misalnya di beberapa tempat di Jakarta yang memiliki akses kabelvision, mereka dapat menggunakan cable modem kecepatan 64-300-an Kbps untuk akses Internet menggantikan telepon milik Telkom. Beberapa WARNET di Bandung, Surabaya, Jogya, Malang dll. yang tergabung pada Koperasi Warnet Indonesia (kowari@egroups.com) saat ini bahkan memasang stasiun bumi sendiri untuk akses Internet ke satelit internasional berkecepatan tinggi 1Mbps-an dan menggunakan microwave 2-11Mbps untuk di sebarkan ke WARNET & anggota lainnya. Sewa satelit internasional yang sekitar US$5000-an / bulan menjadi murah jika di bayar oleh 10-20-an WARNET secara bersama-sama. Beberapa teman & WARNET di Bogor sudah beberapa lama experimen menggunakan teknologi Digital Subscriber Line (DSL) pada kecepatan > 128Kbps menggunakan kabel telepon milik Telkom. Teman-teman dari Corexindo bahkan sekarang sudah mulai bereksperimen untuk menggunakan komunikasi cahaya infra merah berkecepatan tinggi 10Mbps untuk menggantikan peralatan microwave tsb. Dengan cara beramai-ramai menyewa satu saluran ini maka biaya komunikasi jarak jauh dapat di tekan habis-habisan.
Konsep WARNET yang biasanya dibatasi satu ruangan dengan beberapa komputer yang tersambung dalam LAN sebetulnya juga mulai di pertanyakan. Beberapa teman telah mengembangkan konsep yang lebih kompleks lagi misalnya menyambungkan sebuah Mall seperti Mall Ambassador & Mall Ratu Plaza yang sebagian besar tenant-nya mulai di sambungkan ke Internet. Jadi LAN yang digunakan tidak lagi terbatas pada satu ruangan tapi sudah satu gedung yang mereka sambungkan. Dari gedung tsb. biasanya menggunakan microwave 2Mbps atau untuk Mall Ratu Plaza rasanya menggunakan komunikasi cahaya infra merah kecepatan 10Mbps. Tentunya kompleks perkantoran terutama yang berupa gedung tinggi akan sangat di untungkan dengan konsep-konsep Internet Kampus Network ini dan beroperasi 24 jam. Biaya yang di tanggung para tenan ini dalam orde beberapa ratus ribu rupiah saja (sekitar Rp. 200-300.000 / bulan / tenan) untuk akses Internet 24 jam pada kecepatan akses lokal 2-10Mbps.
Beberapa teknologi kontroversial juga mulai di perkenalkan ke rekan-rekan terutama pengusaha WARNET untuk tidak membatasi diri-nya ke ruangan WARNET-nya tapi juga bisa menyambungkan tetangga-tetangga mereka untuk membentuk RT/RW-net. Beberapa teknologi bisa digunakan untuk membangun RT/RW-net ini. Salah satu yang cukup kontroversial adalah Home Phone Network (http://www.homepna.com) yang memungkinkan sambungan antar rumah dalam jarak 1000 kaki (sekitar 330 meter) menggunakan kabel telepon biasa pada kecepatan 1 s/d 10Mbps peralatan COMPEX yang rasanya mampu untuk kecepatan 10Mbps. Yang tidak kalah menarik adalah internet melalui kabel listrik / PLN, kecepatan yang bisa di capai biasanya sekitar 1 Mbps. Teknologi Internet kabel listrik ini cocok untuk kompleks perumahan, kompleks perkantoran yang masih dalam satu gardu / trafo PLN yang sama. Biasanya kabel PLN mempunyai tiga (3) fasa, untuk keperluan ini maka perumahan yang bisa kita sambung hanya yang menggunakan fasa yang sama saja.
Bagi WARNET / institusi yang berada di daerah yang sulit di jangkau oleh Telkom – sebetulnya kita masih bisa menggunakan teknologi radio paket kecepatan 1200-9600bps untuk pengiriman e-mail / berita berupa text.
Bukan mustahil kita bisa melihat banyak orang Indonesia berada di dunia maya dengan kemudahan & kemurahan akses Internet ini.
0 comments:
Post a Comment